Sabtu, 07 Juli 2007

Sensitivity of Aeromonas hydrophila toward bittermelon

(Momordica charantia L.) extract

By

Anwar Syarif[1], Henni Syawal[2], Yusni Ikhwan Siregar2

ABSTRACT

This research was conducted from February 26th to March 26th, 2007 at the Parasite and Fish Disease Laboratory, Fisheries and Marine Sciences Faculty, Riau University. It was aimed to find out the sensitivity of bittermelon (Momordica charantia L.) as antimicrobial to bacteria Aeromonas hydrophila and determine the range of inhibitory concentration. The inhibitory activity of bittermelon against A. hydrophila was measured by the tube dilution method (10-1;10-2;10-3;10-4;10-5;10-6 and 10-7). Optical density and diameter of clear zone were used as variables. Minimum inhibitory concentration of bittermelon for this bacteria was revealed at 36.15 ppm and diameter of clear zone was revealed at 7.83 mm.

Key words : Antibacterial agent, A. hydrophila, Momordica charantia L.


SENSITIVITAS BAKTERI Aeromonas hydrophila TERHADAP

EKSTRAK BUAH PARE (Momordica charantia L.)


PENDAHULUAN

Kemajuan teknologi budidaya perikanan pada satu sisi dapat meningkatkan produksi sektor perikanan. Namun disisi lain, dengan padat tebar yang tinggi serta pemberian pakan yang berlebihan, menyebabkan pergeseran keseimbangan antara lingkungan, ikan yang dipelihara dan patogen penyebab penyakit. Pergeseran keseimbangan ini menyebabkan stres pada ikan, sehingga mekanisme pertahanan diri yang dimilikinya menjadi lemah dan akhirnya terserang oleh penyakit.

Menurut Handajani dan Samsundari (2005), penyakit merupakan suatu keadaan dimana suatu organisme tidak dapat mempertahankan keadaan normal karena adanya gangguan fungsi fisiologis yang dapat disebabkan oleh organisme patogen maupun faktor-faktor lainnya. Dengan demikian timbulnya serangan penyakit pada ikan dapat disebabkan oleh organisme lain, pakan maupun keadaan lingkungan.

Organisme patogen penyebab timbulnya penyakit ikan pada usaha budidaya diantaranya adalah golongan bakteri. Menurut Richard dan Robert (1978) dalam Supriyadi dan Harjamulya (1985), bakteri yang mampu menyebabkan penyakit pada ikan (patogen) hampir selalu terdapat pada air kolam, di permukaan tubuh ikan dan pada bagian dalam tubuh ikan, yaitu antara lain : Aeromonas hydrophila, A. salmonicida, A. kamphaci, Flexibacter columnaris, F. Psychophila, Pseudomonas flourescens, Edwarsiella tarda, Vibrio anguillarum, V. parahaemolyticus, Pasteurella piscida, Haemophilas piscium, Streptococcus faecalis, Clostridium botulinum, Microbacterium marinum, M. fortuitum dan Nocardia asterroides.

Kordi (2004) menyatakan bakteri yang menyerang hampir semua jenis ikan air tawar dan ikan kakap putih yang diperlihara di tambak bersalinitas rendah adalah bakteri Aeromonas. Kerugian yang ditimbulkan sangat besar, sebab dalam waktu relatif singkat puluhan ton ikan mati secara massal, baik ukuran benih maupun induk.

Pengobatan terhadap serangan bakteri umumnya dilakukan dengan pemberian antibiotik. Akan tetapi, penggunaan antibiotik ternyata dapat menimbulkan efek samping bagi patogen itu sendiri maupun terhadap ikan yang dipelihara. Pemberian antibiotik secara terus menerus dapat menyebabkan organisme patogen menjadi resisten, sehingga penggunaan antibiotik menjadi tidak efektif. Sedangkan untuk ikan yang dipelihara, pemberian antibiotik dapat menyebabkan bioakumulasi, sehingga jika ikan tersebut dikonsumsi manusia akan menimbulkan efek karsinogenik (penyebab kanker).

Penggunaan bahan-bahan alami yang dapat dijadikan sebagai antibakteri (herbal medicine) merupakan alternatif pengganti antibiotik dalam mencegah dan mengobati serangan bakteri. Salah satu bahan alami yang dapat dijadikan sebagai antibakteri adalah tanaman pare (Momordica charantia L.). Menurut Taylor (2005), hasil uji in vitro ekstrak daun pare menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap bakteri Pseudomonas. Selain itu, ekstrak buah pare juga menunjukkan aktivitas antibakteri.

Dari penjelasan di atas, terlihat bahwa bakteri Pseudomonas yang merupakan salah satu bakteri patogen pada usaha budidaya, sensitif terhadap ekstrak pare. Namun apakah pare sensitif terhadap bakteri Aeromonas yang juga merupakan bakteri patogen dalam usaha budidaya. Oleh sebab itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai sensitivitas bakteri Aeromonas hydrophila terhadap ekstrak buah Pare (Momordica charantia L.).

METODE PENELITIAN

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain isolat bakteri A. hydrophila, ekstrak buah pare, alkohol 70%, akuades serta media agar sebagai media tumbuh bakteri yaitu : TSA (Triptic Soy Agar) dan TSB (Triptic Soy Broth) dan media GSP.

Sedangkan peralatan yang digunakan dalam penelitian antara lain : timbangan analitik, cawan petri, tabung reaksi, erlenmeyer, magenetik stirrer, hot plate, jarum ose, mikropipet, vortex, lampu bunsen, autoklaf, inkubator, disk blank, pipet berskala 5 ml, mesin juice (juicer), aluminium foil, kertas saring berdiameter 1 µm, gelas ukur, spektrofotometer, tisu, kapas, alat-alat tulis dan kamera.

Metode Penelitian

Metode yang digunakan untuk mengetahui sensitivitas bakteri A. hydrophila terhadap ekstrak buah pare adalah metode eksperimen dengan teknik pengenceran tabung (Tube Dilution Method) (Vandepitte, et al, 1991; Masduki, 1996 dalam Ajizah, 2004).

Rancangan penelitian yang dipakai adalah Rancangan Acak Lengkap satu faktor dengan delapan perlakuan dan tiga ulangan, yaitu :

1. To (tanpa pemberian ekstrak buah pare sebagai kontrol)

2. T1 (pemberian ekstrak buah pare dengan pengenceran 10-1)

3. T2 (pemberian ekstrak buah pare dengan pengenceran 10-2)

4. T3 (pemberian ekstrak buah pare dengan pengenceran 10-3)

5. T4 (pemberian ekstrak buah pare dengan pengenceran 10-4)

6. T5 (pemberian ekstrak buah pare dengan pengenceran 10-5)

7. T6 (pemberian ekstrak buah pare dengan pengenceran 10-6)

8. T7 (pemberian ekstrak buah pare dengan pengenceran 10-7)

Konsentrasi stok ekstrak pare yang digunakan dihitung berdasarkan konsep (; berat per berat) dimana berat ekstrak yang dihasilkan dibagi dengan berat total pare yang digunakan. Sedangkan konsentrasi masing-masing perlakuan dihitung dengan menggunakan rumus pengenceran yaitu : V1 . N1 = V2 . N2; dimana

V1 = volume awal

N1 = konsentrasi ekstrak awal

V2 = volume akhir

N2 = konsentrasi ekstrak akhir

Berat pare yang digunakan pada penelitian ini adalah 964,73 gram dan diperoleh konsentrasi stok sebesar 361.540 ppm. Konsentrasi masing-masing perlakuan pengenceran ditunjukkan pada Tabel 1 dibawah ini :

Tabel 1. Konsentrasi Ekstrak Buah Pare dalam satuan ppm (part per million)

No.

Perlakuan

Konsentrasi Perlakuan

(dalam ppm)

1.

T1

36150

2.

T2

3615

3.

T3

361,50

4.

T4

36,15

5.

T5

3,62

6.

T6

0,36

7.

T7

0,036

8.

T0

0

Prosedur Penelitian

Pembuatan Media Tumbuh Bakteri

Media yang digunakan sebagai media tumbuh inokolum bakteri adalah media agar padat (TSA) dan media cair (TSB). Masing-masing media dicampurkan dengan aquades sesuai dengan perbandingan yang telah ditentukan yaitu : media TSA 40 gr/liter aquades; media TSB 30 gr/liter aquades. Selanjutnya, ke dalam campuran media dan aquades dimasukkan magnetic stirrer yang berfungsi untuk menghomogenkan media, kemudian media agar dipanaskan hingga mendidih di atas hotplate, setelah mendidih, disterilkan di dalam autoclaf bersuhu 1210C dengan tekanan 2 atm selama 15 menit. Kemudian media dipindahkan ke laminar flow dan dibiarkan sampai hangat-hangat kuku, secara aseptik media dituangkan ke dalam cawan petri untuk media TSA biarkan hingga padat, sedangkan untuk media TSB dituang ke dalam tabung reaksi. Apabila media tidak langsung digunakan maka dapat disimpan di dalam refrigerator.

Penyediaan Isolat Bakteri Aeromonas hydrophila

Isolat bakteri A. hydrophila yang dipakai untuk penelitian uji sensitivitas ini adalah isolat yang berasal dari daerah Cangkringan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta milik Laboratorium Parasit dan Penyakit Ikan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau. Inokulum dari agar miring dipindahkan secara aseptik ke media TSA selanjutnya diinkubasi di dalam inkubator dengan suhu 280C selama 24 jam.

Setelah diinkubasi selama 24 jam, dari media TSA dilihat koloni berwarna kuning dengan diameter koloni yang relatif sama. Koloni tersebut diinokulasi kembali ke dalam media TSB dan diinkubasikan di dalam inkubator selama 24 jam.

Selanjutnya dari media TSB, inokulum di-reinfeksi kembali melalui penyuntikan pada ikan Mas (Cyprinus carpio) dengan dosis 0,5 ml per 100 gram berat ikan (Lukistyowati, 2005). Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa bakteri yang digunakan benar-benar patogen. Pengamatan setelah penyuntikan dilakukan hingga ikan mati. Sesaat setelah ikan mati, dilakukan isolasi bakteri secara aseptik dari ginjal ikan ke media selektif Aeromonas (media GSP). Inokulum dari media GSP dimasukkan ke dalam inkubator selama 24 jam. Koloni bakteri yang tumbuh pada media GSP dipindahkan kembali ke dalam media TSB diinkubasi selama 24 jam dan siap digunakan untuk penelitian uji sensitivitas.

Pembuatan Ekstrak Pare

Buah pare yang digunakan pada penelitian ini adalah pare gajih dengan ciri-ciri bentuk buahnya panjang dengan ukuran 30 cm, diameter buah 5 cm dan berat rata-rata antara 200-500 gram/ buah. Buah pare yang digunakan diperoleh dari pasar sebanyak 250 gram. Buah pare segar dicuci dan dipotong kecil-kecil. Selanjutnya dimasukkan ke dalam mesin pembuat jus (juicer). Ekstrak hasil dari juicer disaring dengan menggunakan saringan teh. Selanjutnya disaring menggunakan kertas saring berdiameter 1 µm, hasil saringan yang diperoleh siap digunakan untuk uji sensitivitas.

Setelah diperoleh ekstrak pare murni, maka dilakukan pengenceran dengan cara : tujuh buah tabung reaksi steril diisi dengan 9 ml media TSB diberi nomor mulai 1 – 7. Diambil sebanyak 1 ml ekstrak pare, kemudian secara aseptik dipindahkan ke dalam tabung reaksi nomor 1 (pengenceran 1 : 10 atau 10-1) dihomogenkan dengan menggunakan vortex. Dari tabung nomor 1, dipindahkan secara aseptik sebanyak 1 ml larutan ke dalam tabung nomor 2. Pengenceran tersebut adalah 1 : 100 atau 10-2, dikocok hingga homogen. Hal yang sama lakukan berturut-turut pada tabung reaksi nomor 3 hingga nomor 7 sehingga pengenceran 10-7.

Selanjutnya pada masing-masing tabung secara aseptik diinokulasikan sebanyak 50 ml inokulum bakteri A. hydrophila hasil kultur 24 jam dari media TSB dengan menggunakan mikropipet. Seluruh tabung reaksi diinkubasikan di dalam inkubator bersuhu 280C selama 24 jam.

Penghitungan Koloni Bakteri (Viable Count)

Delapan buah media TSA di dalam cawan petri, diberi label sesuai perlakuan yang digunakan. Kemudian secara aseptik, dipindahkan 50 ml suspensi dari masing-masing tabung reaksi ke media TSA sesuai label dengan menggunakan mikropipet. Seluruh cawan petri diinkubasikan selama 24 jam.

Untuk mengetahui jumlah bakteri per ml suspensi (CFUs/ml) dihitung dengan menggunakan rumus : Jumlah koloni x .

Pengukuran Kerapatan Optik (Optical Density)

Pengukuran kerapatan optik dilakukan setelah kultur bakteri pada semua tabung reaksi diinkubasikan selama 24 jam. Adapun prosedur pengukuran kerapatan optik dengan menggunakan spektrofotometer adalah sebagai berikut : langkah pertama spektrofotometer dihidupkan dengan memutar tobol daya searah jarum jam; kemudian tombol pengatur panjang gelombang diputar hingga menunjukkan angka yang sesuai dengan panjang gelombang yang digunakan, dalam penelitian ini digunakan panjang gelombang 600 mm; selanjutnya dipastikan apakah jarum penunjuk pengukuran absorban telah berada pada angka nol; tabung reaksi berisi larutan bening dimasukkan ke dalam tempat sampel, hingga jarum menunjuk angka nol untuk pembacaan absorban; setelah tabung dikeluarkan, selanjutnya dimasukkan tabung berisi inokulum bakteri, nilai absorban yang ditunjukkan oleh jarum penunjuk dibaca dan dicatat; prosedur yang sama dilakukan untuk semua tabung pada semua perlakuan.

Pengamatan Zona Terang (Clear Zone)

Pengamatan zona terang dilakukan dengan melakukan inokulasi sebanyak 50 ml suspensi bakteri A. hydrophila dari media TSB berumur 24 jam dengan metode penyebaran (spread) pada media TSA. Selanjutnya pada masing-masing media TSA secara aseptik dimasukkan tiga buah disk yang telah dicelupkan terlebih dahulu ke dalam ekstrak pare sesuai dengan perlakuan pengencerannya. Prosedur tersebut dilakukan untuk seluruh perlakuan pengenceran dengan tiga kali ulangan. Selanjutnya diinkubasikan di dalam inkubator bersuhu 280C. Setelah 24 jam dilakukan pengamatan zona terang (clear zone) dengan mengukur menggunakan penggaris zona yang muncul disekitar disk yang tidak ditumbuhi bakteri. Pengukuran dilakukan pada ketiga disk untuk seluruh media TSA berdasarkan perlakuan pengencerannya. Dari pengukuran tersebut akan diketahui diameter yang dibentuk oleh zona terang dan hasilnya dirata-ratakan dengan satuan millimeter.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Aktivitas Antibakteri Ekstrak Buah Pare

Hasil uji regresi pengukuran kerapatan optik bakteri A. hydrophila dengan spektrofotometer menunjukkan penurunan serta hubungan yang cukup linier. Kurva regresi kerapatan optik bakteri dengan jumlah bakteri hidup (CFUs/ml) ditunjukkan pada Gambar 1 di bawah ini

Gambar 1. Kurva Regresi Kerapatan Optik dengan Jumlah Bakteri Hidup

Kelinieran nilai kerapatan optik bakteri terhadap konsentrasi ekstrak mengindikasikan bahwa keragaman variabel kerapatan optik bakteri disebabkan perubahan variabel konsentrasi perlakuan. semakin tinggi konsentrasi semakin kecil nilai kerapatan optik, yang berarti semakin sedikit jumlah bakteri yang mampu bertahan hidup. Ini menunjukkan bahwa dengan meningkatnya konsentrasi semakin besar kadar bahan aktif yang berfungsi sebagai antibakteri, sehingga kemampuannya dalam menghambat pertumbuhan bakteri juga semakin besar.

Kemampuan suatu bahan antibakteri dalam meniadakan kemampuan hidup organisme tergantung pada konsentrasi bahan antibakteri tersebut (Schlegel, 1994). Artinya, jumlah bahan antibakteri dalam suatu lingkungan bakteri sangat menentukan kehidupan bakteri yang terpapar. Hal ini terlihat pada konsentrasi ekstrak 36.150 ppm nilai kerapatan optik paling rendah (21,40%A). Selain faktor konsentrasi, jenis bahan antibakteri juga menentukan kemampuan menghambat pertumbuhan bakteri. Dalam penelitian ini kepekaan bakteri A. hydrophila karena adanya kandungan zat kimiawi dalam ekstrak M. charantia L. yang dapat bersifat antibakteri.

Senyawa yang terdapat dalam buah pare (M. charantia L.) meliputi : alkaloid, cucurbitacin (zat pahit), momordikosid, momorkarin, resin, kalium, fosfor (Chan, et al., 1984; Rivera, 1941). Pada buah pare juga mengandung karbohidrat, protein, lemak, vitamin A, B dan C serta beberapa mineral seperti Cd, P dan Fe (Jusuf, 1979). Cucurbitaceae merupakan zat pahit golongan terpenoida dengan struktur dasar triterpen (Akhtar, et al., 1981). Selanjutnya dari hasil studi Nemara (1990) dibuat ekstrak daging buah dengan metanol dan dapat ditemukan senyawa triterpenoid, steroid, tanin, asam amino dan protein.

Masduki (1996) menyatakan bahwa tanin mempunyai daya antibakteri dengan cara mempresipitasi protein, karena diduga tanin mempunyai efek yang sama dengan senyawa fenolik. Efek antibakteri tanin antara lain melalui : reaksi dengan membran sel, inaktivasi enzim dan destruksi atau inaktivasi fungsi materi genetik. Oleh karena buah pare juga mengandung senyawa tanin, penghambatan terhadap pertumbuhan bakteri A. hydrophila juga disebabkan oleh mekanisme ini.

Buah pare juga mengandung saponin, hal ini ditunjukkan dengan adanya buih/busa saat proses ekstraksi pare. Menurut Hiller (1987), saponin adalah senyawa yang larut dalam air dengan permukaan yang kuat yang mampu menimbulkan busa/buih jika dikocok dalam air. Saponin dalam larutan yang sangat pekat sangat beracun pada ikan dan juga mampu menyebabkan haemolisis sel darah merah, akan tetapi saponin juga dapat bekerja sebagai antimikrobial (Pettit, et al., 1991 dalam Robinson, 1998). Ditambahkan oleh Eryanti, et al., (1999), bahwa saponin dapat digunakan sebagai senyawa untuk menghambat pertumbuhan bakteri.

Alkaloid yang terkandung pada buah pare juga bersifat antibakteri (Dzulkarnain, 1996). Alkaloid brotowali dapat mengganggu terbentuknya jembatan seberang silang komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel tersebut (Robinson, 1998). Menurut Sastrohamidjojo (1995), kebanyakan alkaloid bersifat basa, sifat ini dapat mempengaruhi tekanan osmotik antara bakteri dan lingkungan tempat hidupnya. Pemberian ekstrak pare pada media tumbuh bakteri menyebabkan perbedaan tekanan osmotik tersebut, sehingga pertumbuhan bakteri semakin sedikit pada masing-masing perlakuan berbanding lurus dengan konsentrasi ekstrak yang diberikan.

Senyawa kimia lain yang terkandung dalam buah pare dan bersifat antibakteri adalah cucurbitaceae. Cucurbitaceae merupakan zat pahit golongan terpenoida dengan struktur dasar triperten. Senyawa triperten mempunyai peran sebagai sitotoksik, sitostatik, antibakteri, herbisida, anti imflamasi, spermisida serta mempengaruhi dan menghambat aktivitas biosintesis sel (Okabe, et al., 1980). Mekanisme cucurbitaceae yang dapat mempengaruhi dan menghambat aktivitas biosintesis sel juga diduga kuat berperan dalam menghambat pertumbuhan bakteri akibat pemberian ekstrak pare. Karena menurut Setiabudy dan Vincent (2002), berdasarkan mekanisme kerja antibakteri antara lain : mengganggu metabolisme sel bakteri; menghambat sintesis dinding sel bakteri; mengganggu permebealitas membran sel bakteri; menghambat sintesis protein sel bakteri; dan menghambat sintesis atau merusak asam nukleat sel bakteri.

Sifat Antibakteri Ekstrak Buah Pare

Berdasarkan pengamatan selama penelitian, terdapat dua clear zone yang diperoleh yaitu zona yang benar-benar tidak ditumbuhi bakteri (secara visual terlihat bening) dan zona yang masih ditumbuhi bakteri namun hanya sedikit atau secara visual terlihat lebih buram. Adapun kedua zona tersebut ditunjukkan pada Gambar 5 di bawah ini :

Gambar 2. Jenis Zona Hambat yang Dihasilkan oleh Ekstrak Buah Pare (M. charantia L.) pada Uji Clear Zone

Keterangan :1. Bakterisidal (secara visual terlihat lebih jernih)

2. Bakteristatik (secara visual terlihat buram)

Untuk lebih jelasnya hasil pengamatan clear zone yang bersifat bakterisidal ditunjukkan oleh grafik pada Gambar 3 di bawah ini

Gambar 3. Rata-rata Pembentukan Clear Zone yang Bersifat Bakterisidal oleh Ekstrak Buah Pare (M. charantia L.) terhadap Bakteri A. hydrophila

Berdasarkan Gambar 3 terlihat bahwa rata-rata clear zone yang dihasilkan tidak berbeda jauh. Jika dibandingkan dengan hasil penghitungan jumlah bakteri hidup, dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat sifat bakterisidal ekstrak buah pare terhadap bakteri A. hydrophila, hal ini terbukti dengan masih ada koloni yang tumbuh pada masing-masing perlakuan namun jumlahnya cenderung menurun seiring dengan meningkatnya konsentrasi ekstrak.

Hasil pengamatan clear zone yang bersifat bakteristatik ditunjukkan oleh Gambar 4

Gambar 4. Rata-rata Pembentukan Clear Zone yang Bersifat Bakteristatik oleh Ekstrak Buah Pare

Berdasarkan Gambar 4 terlihat bahwa ukuran clear zone pada masing-masing perlakuan terus menurun seiring menurunnya konsentrasi ekstrak buah pare yang diberikan. Hal ini disebabkan karena ekstrak buah pare mengandung senyawa-senyawa kimia yang bersifat antibakteri. Diantara senyawa-senyawa kimia itu adalah tanin dan triterpenoid (Nemara, 1990) serta alkaloid (Chan, et al., 1984). Senyawa-senyawa yang bersifat antibakteri ini mampu melemahkan bahkan merusak dinding kapsul dari bakteri A. hydrophila yang merupakan pelindung dan juga merupakan gudang makanan dari bakteri tersebut.

Pertumbuhan bakteri dapat terhambat oleh beberapa faktor diantaranya adalah perbedaan tekanan osmosis antara cairan di dalam dan di luar bakteri, rusaknya membran sel karena iritasi dan perubahan pH (Salle, 1961 dalam Delviana, 1999). Ekstrak buah pare memiliki zat pahit yang disebut cucurbitacin, rasa pahit ekstrak buah pare ini juga mengindikasikan bahwa pH ekstrak bersifat basa. Dengan demikian ekstrak buah pare juga dapat menimbulkan iritasi pada dinding sel bakteri sehingga terjadi kerusakan membran sel dan bakteri terganggu pertumbuhannya.

Bakteri A. hydrophila adalah bakteri gram negatif yang mempunyai dinding sel yang kompleks, berlapis-lapis yang disebut juga dengan lapisan lipopolisakarida (LPS layer). Lapisan ini dapat ditembus oleh ekstrak buah pare karena memiliki viskositas yang tinggi, akan terjadi proses osmosis yang menyebabkan ekstrak masuk ke dalam lapisan LPS dan merusak lapisan tersebut. Membran lapisan luar ini juga berfungsi sebagai pertahanan (barier) permeabel terhadap molekul-molekul kecil, namun tidak permeabel pada enzim atau molekul besar dan mengandung toksin (Delviana, 1999).

Bakteri A. hydrophila juga memiliki kapsul yang merupakan penutup atau pelindung. Bagian ini yang dirusak oleh zat antibakteri. Bila bakteri kehilangan kapsulnya, maka tingkat virulensinya akan berkurang sehingga bakteri kehilangan kemampuannya untuk menginfeksi dan akan terhambat pertumbuhannya (Pelezar dan Chan, 1988). Hal ini terbukti saat bakteri yang telah diberi ekstrak buah pare ditumbuhkan kembali pada media TSA dan dihitung jumlah koloni yang tumbuh. Hasil yang diperoleh adalah koloni bakteri tetap tumbuh, namun jumlah koloni yang tumbuh pada masing-masing perlakuan konsentrasi ekstrak buah pare mengalami penurunan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pemberian ekstrak buah pare secara in vitro dapat menghambat pertumbuhan bakteri A. hydrophila. Pada penelitian ini, daya hambat terbesar dijumpai pada perlakuan T1 dengan konsentrasi ekstrak sebesar 36.150 ppm dan zona hambat yang dihasilkan adalah 11,67 mm hasil ini lebih besar dibandingkan dengan hasil yang diperoleh Delviana (1999) yang menghasilkan daya hambat sebesar 10 mm dengan menggunakan bawang putih (Allium sativum). Dengan demikian, ekstrak buah pare memiliki potensi yang besar untuk digunakan sebagai alternatif pengobatan terhadap infeksi bakteri A. hydrophila, akan tetapi masih perlu dilakukan uji biologi untuk mengetahui pengaruh ekstrak buah pare ini terhadap organisme perairan.

Kadar Hambat Minimum Ekstrak Buah Pare

Hasil uji ANAVA menunjukkan bahwa nilai varians pada masing-masing perlakuan ekstrak buah pare menunjukkan perbedaan yang nyata (signifikan), untuk mengetahui perlakuan mana yang berbeda dilakukan uji rentang Newman – Keuls

Berdasarkan hasil uji lanjut perlakuan dengan konsentrasi 36.150 ppm berbeda nyata dengan seluruh perlakuaan lainnya. Untuk perlakuan dengan konsentrasi 3.615 ppm berbeda nyata dengan perlakuan 0,036; 0,360 dan 3,61 ppm, tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan 36,15 dan 361,5 ppm. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ekstrak buah pare efektif menghambat pertumbuhan bakteri A. hydrophila pada skala in vitro mulai dari konsentrasi 36,15 ppm. Dengan kata lain, kadar hambat minimum ekstrak buah pare dapat menghambat pertumbuhan bakteri A. hydrophila adalah sebesar 36,15 ppm. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ekstrak buah pare efektif menghambat pertumbuhan bakteri A. hydrophila pada skala in vitro mulai dari konsentrasi 36,15 ppm. Dengan kata lain, kadar hambat minimum ekstrak buah pare dapat menghambat pertumbuhan bakteri A. hydrophila adalah sebesar 36,15 ppm.

Ekstrak buah pare bersifat bakteristatik (menghambat pertumbuhan) bakteri dengan cara masuk ke dalam dinding sel bakteri A. hydrophila melalui proses osmosis, hal ini mengakibatkan iritasi dinding sel hingga merusak dinding sel. Proses ini mengakibatkan kerusakan pada dinding sel dan kapsul dari bakteri A. hydrophila, akan tetapi tidak secara keseluruhan, sehingga tidak membunuh melainkan hanya menghambat pertumbuhan dan mengurangi daya virulensi dari bakteri A. hydrophila (tidak menyebabkan kematian). Menurut Setiabudy dan Vincent (2002), aktivitas suatu zat antibakteri dapat dilihat dari efektifitas zat tersebut dalam menghambat pertumbuhan atau membunuh bakteri. Kadar minimal yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan bakteri atau membunuhnya dikenal sebagai kadar hambat minimal dan kadar bunuh minimal. Antibakteri tertentu aktivitasnya dapat meningkat dari bakteriostatik menjadi bakterisid bila kadar antibakterinya ditingkatkan.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penghitungan jumlah bakteri hidup, terjadi peningkatan seiring dengan menurunnya konsentrasi ekstrak buah pare. Konsentrasi yang digunakan sesuai dengan perlakuan pengenceran adalah : T1(36.150 ppm); T2(3.615 ppm); T3(361,50 ppm); T4(36,15 ppm); T5(3,62 ppm); T6(0,36 ppm) dan T7(0,036 ppm). Sedangkan peningkatan jumlah bakteri hidup berdasarkan konsentrasi ekstrak berturut-turut adalah 16,67 CFUs/ml; 33,33 CFUs/ml; 60 CFUs/ml; 79 CFUs/ml; 73,33 CFUs/ml; 92 CFUs/ml; dan 108,67 CFUs/ml.

Hasil pengukuran clear zone juga menunjukkan adanya aktivitas menghambat pertumbuhan bakteri A. hydrophila. Rata-rata zona hambat yang dihasilkan pada masing-masing perlakuan adalah : T1 (11,67 mm); T2 (10 mm); T3 (9 mm); T4 (7,83 mm); T5 (7 mm); T6 (6,83 mm); dan T7 (6,33 mm). Hasil uji ANAVA dan uji Rentang Newman – Keuls terhadap clear zone menunjukkan bahwa kadar hambat minimum diperoleh dari perlakuan T4 (36,15 ppm) dengan diameter clear zone yang dihasilkan sebesar 7,83 mm.

.

DAFTAR PUSTAKA

Ajizah, A. 2004. Sensitivitas Salmonella typhimurium Terhadap Ekstrak Daun Psidium guajava L. Jurnal Bioscientiae Volume 1, Nomor 1. Halaman 31-38.

Akhtar, M. S., Akhtar, M. A. and Yagub, M. 1981. Effect of Momordica charantia L. on blood glucosa level of normal and Alloxan-Diabetic. Planta Medica 42:205-212.

Camus, A. C., Durborow, R. M., Hemstreet, W. G., Thune, R. L., Hawke, J. P. 1998. Aeromonas Bacterial Infections-Motile Aeromonad Septicemia. Southern Regional Aquaculture Center Publication No. 478.

Cappuccino, J. G. and Sherman, N. 1998. Microbiology : A Laboratory Manual 5th Edition. Benjamin/Cummings Science Publishing. California.

Chan, W. Y., Tam, P. L. L. and Young, H. W. 1984. The Termination of Early Pregnancy in the Mouse by Momordica charin. Contraception. 29 (1) : 91-98.

Cipriano, R. C. 2001. Aeromonas hydrophila and Motile Aeromonad Septicemias Of Fish. United States Department of The Interior Fish and Wildlife Service Division of Fishery Research. Washington, D. C.

Delviana, D. T. G. 1999. Sensitivitas Bakteri Aeromonas hydrophila terhadap Tumbuhan Mangrove (Bruguiera gymnorrhiza, Rhixophora apiculata, Limnithzera littorea dan Tumbuhan Perdu). Skripsi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau. Pekanbaru. (tidak diterbitkan)

Dzulkarnain, B. 1996. Tanaman Obat Bersifat Antibakteri di Indonesia. Cermin Dunia Kedokteran, 110:35-48.

Eryanti, Y., Zamri, A., Syafril, D., Balatif, N., Yuharmen. 1999. Identifikasi dan Isolasi Senyawa Kimia dari Mangrove (Hutan Bakau). Pusat Penelitian Kawasan Pantai dan Perairan. Lembaga Penelitian Universitas Riau. Pekanbaru. 18 hal.

Garcia, L. L., Capal, T. V., Villanuera, B. A. and Saludary, E. P. 1985. Chemical Studies of Crude Vegetable Drug I, Momordica charantia L. Philipp. J. Sci. 144:139-150.

Handajani, H. dan Samsundari, S. 2005. Parasit dan Penyakit Ikan. Universitas Muhammadiyah Malang Press. Malang.

Hendro, S. 1990. Kunci Bercocok Tanam Sayur-sayur Penting di Indonesia. Penerbit Sinar Baru. Bandung.

Hiller, K. 1987. Pharmazie In Biologycally Active Natural Products. Edited by K. HOSTETTMANN and B. J. LEA. Oxford Science Publications. 283 p.

Irianto, K. 2006. Mikrobiologi Menguak Dunia Mikroorganisme Jilid I. Yrama Widya. Bandung. 256 hal.

Jusuf, E. 1979. Khasiat yang dapat diambil dari Paria (Momordica charantia L.). Buletin Kebun Raya 4:53-57

Kurniawati, A. 2002. Uji Aktivitas Protein Buah Paria (Momordica charantia L.) dengan Menggunakan Uji Kematian Larva Udang dan Alur Sel Secara In vitro. Tesis Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. (tidak diterbitkan)

Lennette, E.H., Balows, A., Hausler, W.J., and Shadomy, H.J. 1985. Manual of Clinical Microbiology, 4th ed. American Society for Microbiology. Washington,DC.

Lin Huang, P., Yongtao, S., Hao-Chia chen., Hsiang-Fu Kung., Paul Lee Huang., Sylvia Lee-Huang. 1999. Proteolytic Fragments of Anti-HIV and Anti-Tumor, Protein MAP 30 and GAP 31 are Biologiclly Active. Biochemical and Biophysical Research Communications 262 (3). Abstract.

Lukistyowati, I. 2005. Teknik Pemeriksaan Penyakit Ikan. Universitas Riau Press. Pekanbaru.

Masduki, I. 1996. Efek Antibakteri Ekstrak Biji Pinang (Areca catechu) terhadap S. aureus dan E. coli. Cermin Dunia Kedokteran 109:21-24.

Nemara, N. 1990. Telaah Kandungan Kimia Ekstrak Metanol Buah Paria (Momordica charantia L., Cucurbitaceae). Tugas Akhir Jurusan Farmasi. Institut Teknologi Bandung. Bandung.

Nguyen, H. H. dan Widodo, S. 1999. Momordica L. In: Medicinal and Poisinous Plant Research of South-East Asia 12. De Padua L. S. N. Bunyapraphatsana and R. H. M. J. Lemmens (eds.). Pudoc Scientific Publisher. Wageningen, the Netherland. p.353-359.

Okabe, H., Miyahara, Y., Yamauchi, T., Miyahara, K., and Kawasaki, K. 1980. Studies on the Constituents of Momordica charantia L. Isolation and Characterization of Momordicosides A and B, Glycosides of a Pentahydroxy-cucurbitane Triterpen. Chem. Pharm. Bull. 28:2753-2762.

Pelezar, M. J. dan Chan, S. 1988. Dasar-dasar Mikrobiologi 2. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Reyes, M. E. C., Gildemacher, B. H. and Jansen, G. J. 1994. Momordica L. in Plant Resources of South-East Asia 8: Vegetables. Somonsma, J. S. and K. Piluek (ed.). Prosea-Foundation Bogor. Indonesia. 412 pages.

Robinson, T. 1998. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Institut Teknologi Bandung Press. Bandung. 367 hal.

Saifudin, A. 2006. Alkaloid: Golongan Paling Prospek Menghasilkan Obat Baru. Departemen Farmakognosi. Gorleus Laboratory. Universiteit Leiden . Jerman.

Sastrohamidjojo, H. 1995. Sintesis Bahan Alam. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. 243 hal.

Syafriadiman. 2006. Teknik Pengolahan Data Statistik. Mina Mandiri Press. Pekanbaru

Rivera, G. 1941. Preminary Chemical and Pharmacological Studies on “cunde amor” Momordica charantia L. (I) Am. J. Pharm. 113 (7) : 281-297.

Setiabudy, R. dan Vincent, H. S. G. 2002. Farmakologi dan Terapi : Pengantar Antimikroba. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran. Universitas Indonesia. Jakarta. Hal. 571 -583.

Setyanigsih, D. S. 2006. Analisis Fitokimia Ekstrak Etanol Daging Buah Pare (Momordica charantia L.). Tesis Program Magister Farmasi. Program Pasca Sarjana Institut Teknologi Bandung. Bandung.

Soebjakto, S., Murdjani, M., Lestari, Y., Triastutik, G., Hanggono, B., Didik, B. N., Yulianan, P. 2004. Active Survilance Operasional Penanggulangan Hama Penyakit di Banyuwangi. Departemen Kelautan dan Perikanan. Bagian Proyek Pembangunan Masyarakat Pantai dan Pengelolaan Sumberdaya Perikanan (PMP2SP) bekerjasama dengan Balai Budidaya Air Payau Situbondo. Banyuwangi.

Strassburger. 1958. Lehrbuch derbotanic. 27 Auflage Gustav Fishervelag. Stutgart. p. 34-405

Supriyadi, H. dan Harjamulya, A. 1985. Pedoman Cara-cara Pencegahan Wabah Penyakit Bakterial dan Parasiter dalam Usaha Budidaya Ikan Air Tawar. INFIS Manual Seri No. 10, 1985.

Swann, L. and White, R. 1991. Diagnosis and Treatment of “Aeromonas hydrophila” Infection of Fish. AQUACULTURE EXTENSION Illinois – Indiana Sea Grant Program. Purdue University. Indiana.

Taylor, L. 2005. The Healing Power of Rainforest Herbs. www. Rainforest herbs. com.



[1] Student of Fisheries and Marine Sciences Faculty Riau University

[2] Lecturer of Fisheries and Marine Sciences Faculty Riau University